My friend

My friend
Natal Poukads

Selasa, 03 Mei 2011

Selalu Bisa dan Selalu Mungkin, Meski Tak Selalu Mudah...


Semua orang berkata itu tidak bisa, itu tidak mungkin, itu sulit.
Dan aku mengakhirinya dengan “aku bisa”.
Tidak bisa, tidak mungkin, sulit, hanyalah susunan sebuah perjalanan untuk sebuah jawaban: BISA dan MUNGKIN, meski tak mudah.

Aku duduk di pinggir ranjangku, memegang sebotol green sand dan termenung di depan laptopku, sambil memikirkan betapa aku begitu merasa bosan dengan hidupku saat ini. Segala sesuatu terasa begitu terbatas. Aku dikelilingi tembok – tembok yang tak terlihat, namun tak mampu kuruntuhkan. Aku dikelilingi ketidakpuasan akan diriku sendiri dan akan apa yang kuyakini.

Perasaan seperti ini sangat familiar bagiku. Terlalu familiar sampai – sampai aku telah menjadi begitu terbiasa. Seolah aku memaklumkan bahwa segala sesuatu selalu ada aturan mainnya dan memang begitulah sebagaimana mestinya. Dan meskipun aku sadar perasaan seperti ini takkan membawaku ke manapun, aku merasa ini dunia yang sebenarnya. Sebagaimana dikatakan oleh semua orang di sekitarku, “welcome to the real world.”..inilah dunia apa adanya.

Aku memikirkan mengapa aku sampai jadi sosok yang membosankan seperti ini? Ke mana perginya seorang gadis yang selalu siap melangkah ke manapun demi mempertahankan apa yang diyakininya? Ke mana perginya sosok yang selalu berhasil membuktikan bahwa ia akan mampu hidup dengan caranya, dunianya, dan dengan semua mimpi yang pasti dicapainya? Ke mana perginya semua keberanian dan keyakinan akan segala hal yang baik tak selalu adalah yang benar? Sejak kapan menjadi benar adalah lebih penting daripada menjadi baik bagiku? Aku merasa kehilangan diriku sendiri.

Dunia manusia dewasa. Kedewasaan. Aturan. Politik. Saat aku bisa menahan bicaraku, aku adalah sosok yang dikatakan dewasa. Saat aku bisa menahan emosiku, aku adalah sosok yang bijaksana. Saat aku mampu memahami perasaan orang lain dan tidak memojokkannya untuk setiap kesalahan yang dilakukannya, maka aku dikatakan berempati. Saat aku mengenal si a, b, c, d dan berbicara dengan kalimat mata uang, maka aku dikatakan berhasil.

Senyum sana sini dengan gerakan anggun. Tidak lagi menggunakan topeng sebagai penutup wajah asli, melainkan menjadikan wajah aslimu sebagai topeng. Betapa aku berpikir, sungguh..ini dunia yang sangat menjemukan. Apakah aku hanya akan menjadi seragam, dengan segala sesuatu yang sudah ditata rapih? Batu demi batu lompatan yang harus kulalui, semua seperti yang telah disiapkan?

Dalam dunia ini ada dua kisah manusia. Happy ending dan sad ending. Begitu kata orang. Tapi bagiku dalam dunia ini semua kisah tak berhenti dan tak memiliki ending. Satu sebab mengakibatkan akibat yang memunculkan kembali sebab. Terus bergulir tanpa henti, terus bergerak melintasi jarak. Bagaimana mungkin hanya ada dua jenis ending? Di saat semua orang di sekelilingku menghindari sad ending dan berusaha memperlihatkan bahwa ending yang akan mereka raih adalah happy ending, sejujurnya aku telah melihat sad ending di sana, dengan satu kata bercaps-lock: PATHETIC.

Aku bertanya pada diriku sendiri, akankah aku berakhir dengan semua ini? Akankah aku berakhir di sini? Akankah aku menjadi seonggok daging tanpa makna bagi diriku sendiri? Lagu – lagu tentang mimpi dan keyakinan di dengungkan di sekelilingku. Kisah cinta dan harapan selalu jadi favorit semua orang. Dan aku jadi bertanya – tanya, apa yang perlu ditakutkan tentang sad ending? Mengapa semua orang harus bahagia? Bukankah kebahagiaan hanya dapat dirasakan, bukan ditunjukkan?

Orang – orang berkata, “masa muda memang masanya pemberontakan, segala hal menjadi mungkin dan bisa dilakukan tanpa memikirkan akibatnya dua kali.” Dan orang lainnya berkata, “ga habis pikir, kenapa dulu aku bisa melakukan itu ya? Dan bisa bangga dengan semua itu dulu? Padahal tidak ada baiknya.” Dan ada lagi yang berkata, “tanpa masa lalu, takkan ada masa sekarang.” Bagiku takpernah ada penyesalan akan masa lalu, tak ada ketakutan untuk masa yang akan datang. Karena bagiku masa tak berarti. Aku hanya berusaha memaknai. Dan sialnya, makna itu yang kini hampir hilang dariku.

Dan aku hampir mati karenanya.

Bersama sebotol green sand dan seonggok jantung di pinggir ranjang, jemariku menulis di sini untuk sebuah kehidupan yang akan kumaknai ulang.

Aku tahu, aku mungkin tak pernah mengecewakanmu. Tapi aku juga tahu, aku mungkin tak pernah membuatmu bangga. Aku tahu, banyak kekecewaan yang kutorehkan pada setiap pilihanku yang berbeda dengan semua keinginan dan harapanmu. Dan aku sadar ada banyak debar jantung yang kuberikan untukmu di setiap jalan yang kulalui.

Tapi yakinlah satu, aku tak pernah memiliki satu penyesalanpun akan satu detikpun dalam hidupku ini. Dan itu, berkat sayap yang kau berikan padaku untuk terbang tinggi dengan sebuah mantra “kamu bisa menjadi apapun yang kamu mau.”

Aku selalu tahu apa yang kulakukan, dan selalu bersyukur aku melakukannya. Seperti katamu, aku tak pernah perduli apa pendapat mereka, dan seringkali hidup dengan cara dan pemikiranku sendiri. Tapi ingatlah satu, aku selalu memutuskan dan melakukan apapun dalam kendali penuh atas diriku. Aku tak pernah kehilangan kesadaran akan setiap pilihanku. Dan karenanya,.. yakinlah, aku selalu bahagia.

Satu detik yang penuh makna, lebih penting bagiku dari seonggok daging bernyawa.
Bersama sayap yang kau berikan, aku akan terbang melampaui segalanya.
Menjadi seorang manusia yang utuh dan BEBAS.

Kebebasan mungkin tak eksis di dunia ini, tapi aku tidak.
Dan karenanya aku akan eksis untuk sebuah kebebasan, .... ku.
Selalu bisa dan selalu mungkin, meski tak selalu mudah!

Tidak ada komentar: